• Beranda
  • About
  • Sitemap
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Contact

ALL - IN

Ignorance beat the achievement

  • ANDROID
  • TIPS BLOG
  • SEO
  • ARTIKEL
  • LINK EXCHANGE
Home » PENDIDIKAN » Multikulturalisme Perspektif Bhineka Tunggal Ika

Multikulturalisme Perspektif Bhineka Tunggal Ika



Sebelum Membahas Multikulturalisme Perspektif Bhineka Tunggal  Ika, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dulu kata dari pancasila, Mungkin kata dari “Pancasila” sudah tidak asing lagi di telinga kita, “Apa sih pancasila itu?. Apa  kegunaa pancasila itu?dsb”. banyak orang yang mengetahui pancasila, namun pancasila juga sebagai ciri khas Negara kita.
Pancasila sebagai dasar negara pertama kali diusulkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dihadapan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Menurut beliau, istilah pancasila tersebut diperoleh dari para sahabatnya yang merupakan ahli bahasa . rumusan pancasila yang di kemukakan tersebut terdiri atas : 

      1. Kebangsaan Indonesia, 
2. Internasional atau kemanusiaan 
3. Mufakat atau Demokrasi, 
4.Kesejahteraan Sosial, dan 
5. Ketuhanan yang Berkemanusiaan.

Pancasila diyakini sebagai produk kebudayaan bangsa Indonesia yang telah menjadi sistem nilai selama berabad-abad lamanya.  “Lalu sejak kapan sih pancasila itu ada?” mengenai lahirnya pancasila ada dua kesimpulan dari hasil rapat panitia Sembilan yakni, (1) Secara historis, Pancasila lahir tanggal 1 juni 1945, (2)Secara yudiris, Pancasila lahir tanggal 18 Agustus 1945.
Waspada terhadap sekelompok orang yang ingin memecah belah NKRI : Orde reformasi yang ditandai dengan kebebasan, telah menjadikan rakyat Indonesia sangat buas. Segala sesuatu yang berbau orde baru dibabat habis. Kita seperti tak kenal apakah itu baik atau tidak. Pancasila sebagai suatu tata nilai ikut dibabat juga. Padahal, nilai-nilai Pancasila sangat luhur. Apabila semua nilai tersebut dapat diamalkan oleh setiap manusia Indonesia, tentu semua akan berjalan dengan baik. NKRI yang selalu didengung-dengungkan oleh kita semua, akan menjadi sempurna apabila butir-butir tentang sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam kehidupan nyata kita. Apalagi bila butir-butir dari sila yang lain diwujudkan pula, tentu akan lebih sempurna lagi..
Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang diangkat dari penggalan kakawin Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Keprabonan Majapahit (abad 14) secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu atau Although in pieces yet One. (Wikipedia). Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural dibangun diatas keanekaragaman. (etnis, bahasa, budaya dll). Jika dikaji secara akademis, bhinneka tunggal ika tersebut dapat dipahami dalam konteks konsep generik multiculturalism atau multikulturalisme.Secara historiskontemporer masyarakat Barat, (Wikipedia) multikulturalisme setidaknya menunjuk pada tigal hal. Pertama, sebagai bagian dari pragmatism movement pada akhir abad ke 19 di Eropa dan Amerika Serikat. Kedua, sebagai political and cultural pluralism pada abad ke 20 yang merupakan bentuk respon terhadap imperialisme Eropa di Afrika dan imigrasi besar-besaran orang Eropa ke Amerika Serikat dan Amerika Latin. Ketiga, sebagai official national policy yang dilakukan di Canada pada 1971 dan Australia tahun 1973 dan berikutnya di beberapa Negara Eropa. Secara konseptual tampaknya dinamika pemikiran tentang multikulturalisme tersebut merupakan pergumulan antara pilihan menjadi monocultural nation-state yang didasarkan pada prinsip …each nation is entitled to its own souvereign state and to engender, protect and preserve its own unique culture and history, atau menjadi multilingual and multi-ethnic empires yang dianggap sangat opresif, seperti Austro-Hungarian Empire dan Ottoman Empires. Namun demikian dalam praksis kehidupan kenegaraaan yang berbasis pemikiran monoculturalism ternyata ideology nation-state dengan prinsip unity of disscent, unity of culture, unity of language and often unity of religion tidak mudah diwujudkan. Oleh karena itu dalam kondisi tidak dicapainya cultural unity, karena dalam kenyataannya justeru memiliki cultural diversity, Negara melakukan berbagai kebijakan, yang salah satunya yang paling umum adalah melakukan compulsory primary education dalam satu bahasa. Walaupun demikian hal tersebut potensial menimbulkan cultural conflict sebagai akibat dari pengabaian terhadap bahasa lokal/daerah.
            Menarik untuk dicermati bagaimana modus kebijakan multikulturalisme yang ada selama ini. Pertama, model Amerika Serikat yang memiliki kebijakan multikulturalime yang dikenal the Melting Pot’ ideal, yang pada dasarnya bahwa immigrant cultures are mixed and amalgamated without state intervention. Setiap individu immigrant diharapkan mampu berasimilasi kedalam kondisi masyarakat Amerikan menurut kecepatannya dalam beradaptasi. Pemikiran tentang melting pot ini dirancang untuk bergandengan secara harmonis dengan konsep Amerika sebagai suatu national unity. Kedua, model Australia, dengan multikulturalisme yang dikonsepsikan dalam format ethnic selection, dimana masyarakat Australia yang sebelum datanganya immigrant Eropa secara besar-besaran, sesungguhnya memiliki bayak indigenous cultures (aborigin) atau kebudayaan asli untuk diarahkan menjadi masyarakat Australia yang mencerminkan the British ethno-cultural identity. Ketiga, di lain pihak Canada menggunakan kebijakan multilkulturalisme dalam bentuk pembangunan national unity melalui konsepsi pluralistic and particularist multiculturalism yang kemudian dikenal sebagai Canada’s cultural mosaic yang pada dasarnya memandang bahwa setiap budaya atau sub-budaya di dalam masyarakar Canada memberikan kontribusi keunikan dan nilai luhur terhadap keseluruhan kebudayaan dengan prinsip preserving the distinctions between cultures. Keempat, model Argentina yang menerapkan kebijakan multikulturalisme untuk mengakomodasikan budaya immigrant dengan prinsip multikulturalisme sebagai cerminan dari social assortment of Argentine culture dengan menerapkan individual’s multiple citizenship. Kelima, model Malaysia, yang menerap kebijakan multikulturalisme dengan prinsip coexistence between the three ethnicities (Malays, Chinese, and Indian) dengan jaminan konstitusional …that immigrant groups are granted citizenship, and Malays’ special rights are guranted, yang kemudian dikenal dengan Bumiputera policy.
Posted by Unknown on Tuesday, February 12, 2013 - Rating: 4.5

Related Post:

Title : Multikulturalisme Perspektif Bhineka Tunggal Ika
Description : Sebelum Membahas Multikulturalisme Perspektif Bhineka Tunggal  Ika , alangkah baiknya kita mengenal terlebih dulu kata dari pancasila, M...

Share to

Facebook Google+ Twitter

0 Response to "Multikulturalisme Perspektif Bhineka Tunggal Ika"

Post a Comment

Newer Post
Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

INFO

Flag Counter
Copyright © 2012-2013 ALL - IN - All Rights Reserved DMCA.com
Design by ALL - IN - Powered by Blogger